Jauh sebelum Islam masuk ke daerah tanah Jawa, mayoritas
masyasarakat di tanah jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain
menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga sudah dipengaruhi oleh
unsur-unsur budaya Hindu dan Budha yang berasal dari India.
Islam masuk ke Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa
ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang
wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar,
Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah,
salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam
Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada
tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan
kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam
ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai
penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga
wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa
Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah
wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam
bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut
kata sana berasal dari bahasa Jawa,
yang berarti tempat. Pendapat lain
yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah Majelis Dakwah yang
pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun
1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan
Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad
Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi);
Maulana Malik Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana
Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi
Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali
ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya
di Jawa. Peranan Wali Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di
Jawa. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang
memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga
adalah penasihat sultan. arena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian
diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali
tersebut adalah sebagai berikut:
- Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
- Sunan Ampel atau Raden Rahmat
- Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
- Sunan Drajat atau Raden Qasim
- Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
- Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
- Sunan Kalijaga atau Raden Said
- Sunan Muria atau Raden Umar Said
- Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah
Setelah para Wali
menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme
serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh
nilai-nilai Islam. Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh
para Wali tersebut ialah dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah
ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek
dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk
akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran
Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan
pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Hal ini membuat masyarakat
kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan
sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari
sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas
oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok
desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi
yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa
adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para
Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu
diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.
Para Walisongo adalah
intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka
terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa,
mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. (Ard’13/PAI)
ABOUT THE AUTHOR
Ardan, seorang yang mencoba berbagi pengalaman, ilmu dan pengetahuan melalu tulisan sederhana. semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar