KPU Pasif Biarkan Pemilih Tidak Mencoblos


Tinggal hitungan hari Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif tanggal 9 April 2014 dihelat. Kita tentu berharap perhelatan pemilu tahun ini lebih baik daripada tahun sebelumnya. Salah satu parameternya adalah tingkat partisipasi rakyat. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa tingkat partisipasi rakyat dalam Pemilu mulai tahun 1999 sampai 2009 menurun cukup signifikan, yakni sekitar 10% setiap kali pemilu. Untuk itu setiap upaya meningkatkan partisipasi rakyat ini harus didukung.

 Ada banyak faktor yang menyebabkan masyarakat tidak memilih. Salah satunya adalah persoalan teknis, yakni banyak pemilih yang tinggal di tanah rantau. Alasan mereka beragam, seperti bekerja, melanjutkan studi, atau kendala lain yang membuat mereka tidak bisa pulang ke kampung halaman untuk menggunakan hak pilih mereka.

Mahasiswa adalah salah satu yang mengalami kendala tersebut. Banyak mahasiswa yang tidak bisa pulang karena ada agenda akademik. Memang, pada hari pemilihan semua instansi diliburkan. Namun satu hari sebelum dan sesudahnya perkuliahan tetap berjalan. Hal itu menyebabkan banyak mahasiswa memilih untuk tidak pulang ke kampung halaman mereka. Apalagi yang rumahnya di luar provinsi atau luar pulau, dapat dipastikan mereka tidak akan pulang hanya untuk mencoblos.

Untuk mengatasi masalah tersebut diberlakukan mekanisme pindah memilih. Namun sesuai dengan mekanisme yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 26 tahun 2013, pemilih harus mendapatkan Model A.5-KPU dari PPS tempatnya berasal sebagai syarat untuk masuk ke dalam daftar pemilih tetap di daerah pemilihan lain sesuai domisilinya saat ini.

Namun masalah lain muncul, yakni banyak masyarakat yang tidak bisa mengurus Model A.5-KPU di daerah asal karena berbagai hal. Dengan latar belakang itu turunlah Surat Edaran KPU No 127/KPU/III/2014 pada tanggal 4 Maret 2014 yang didalamnya memuat beberapa mekanisme pindah pilih tanpa harus mengurus ke PPS daerah asal.

Turunnya surat edaran tersebut merupakan angin segar bagi mahasiswa yang tidak sempat mengurus Model A.5-KPU mereka ke kampung halaman. Untuk menggali informasi lebih lanjut tentang teknis surat edaran tersebut beberapa mahasiswa perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM UA) dan BEM Institut Teknologi Sepuluh Nopember (BEM ITS) berkoordinasi dengan pihak KPU Jawa Timur maupun KPU Kota Surabaya.

Dari hasil koordinasi tersebut kami para mahasiswa berkesimpulan perlu ada koordinasi dan fasilitasi untuk mendapatkan Model A.5 KPU. Pada tanggal 17 Maret, perwakilan dari BEM UA membawa 87 pasang fotokopi KTM dan KTP ke KPU Surabaya untuk pindah memilih dan diterima. Pekan berikutnya hari Kamis tanggal 27 Maret, BEM ITS membawa sekitar 400 berkas pindah memilih juga diterima.

Namun permasalahan muncul ketika BEM ITS membawa berkas tambahan sekitar 300 identitas pemilih pada hari Jum’at 28 Maret, KPU Surabaya hanya menerima softcopy rekap datanya saja. Puncaknya pada hari Sabtu tanggal 29 Maret, BEM UA membawa sekitar 350 berkas identitas pemilih namun tidak diterima. Kami dari BEM UA pun meminta kejelasan dari KPU Surabaya tentang penolakan tersebut. Kami harus menunggu sekitar 2 jam sampai dapat bertemu Komisioner KPU yakni Bpk. Eko Waluyo Suwardyono dan Bpk. Edward Dewaruci.

Dalam diskusi itu kami menyampaikan bahwa banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan informasi akurat tentang tata cara pindah memilih. Untuk itu kami dari BEM harus turun tangan untuk memberikan informasi dan fasilitasi pindah memilih bagi mahasiswa. Jika mahasiswa tidak diberi kemudahan untuk memperoleh hak pilihnya di domisili mereka sekarang, dikhawatirkan akan ada banyak suara yang terbuang. Untuk itulah dari BEM berinisiatif memfasilitasi pindah memilih secara kolektif, yang kebetulan juga dilakukan oleh beberapa BEM universitas lain seperti UI dan IPB yang sudah berhasil.

Tanggapan KPU Surabaya melalui dua komisioner mereka adalah tetap tidak bisa menerima pengurusan secara kolektif. “Memilih (dalam Pemilu) adalah hak. Jadi menggunakannya atau tidak itu pilihan mereka.” Kata Komisioner KPU, Edward Dewaruci, ketika kami berargumen bahwa pengurusan kolektif ini adalah untuk memfasilitasi mahasiswa menggunakan hak pilih mereka.

Edward bersikukuh bahwa tidak ada cara lain untuk mengurus Model A.5-KPU selain datang sendiri ke KPU. Alasannya adalah KPU merupakan lembaga pasif yang hanya bertugas melayani. Pemilih lah yang dituntut aktif untuk mendapatkan layanan dari KPU. Edward mengartikan pemilih di sini sebagai individu per individu yang harus datang sendiri ke KPU untuk mendapatkan Model A.5-KPU tanpa terkecuali.

Selain itu yang kami sesalkan adalah kesimpangsiuran informasi dari KPU tentang mekanisme pindah pilih. KPU pun mengakui bahwa ternyata Surat Edaran KPU No 127/KPU/III/2014 bertentangan dengan Peraturan KPU No. 26 tahun 2013, sehingga tidak dapat diberlakukan. KPU Pusat pun mengeluarkan Peraturan KPU baru No. 5 tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014, yang baru diundangkan tanggal 24 Maret 2014. Dan menurut penuturan Komisioner KPU yang berdiskusi dengan kami, KPU Surabaya menerima peraturan tersebut hari Jum’at sore tanggal 27 Maret 2014.

Saat tulisan ini dibuat waktu pengurusan Model A.5-KPU tinggal satu hari lagi. Dengan perubahan kebijakan yang begitu mendadak dan perubahan peraturan yang tidak tersosialisasi dengan baik, mahasiswa terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Imbasnya, akan tetap banyak warga –khususnya mahasiswa- yang tidak memilih. Jika tahun ini kita mengharapkan perbaikan, dengan melihat performance KPU seperti itu, sepertinya hal tersebut belum bisa terwujud.



Surabaya, 29 Maret 2014
oleh BEM ITS Surabaya

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Ardan, seorang yang mencoba berbagi pengalaman, ilmu dan pengetahuan melalu tulisan sederhana. semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar